Perda MHA Dinilai Sudah Tepat Sebagai Penyelesaian Sengketa di Tanah Adat Kajang Ammatoa

    Perda MHA Dinilai Sudah Tepat Sebagai Penyelesaian Sengketa di Tanah Adat Kajang Ammatoa
    DR.Muhammad Nur,SH.,M.Pd.,MH

    BULUKUMBA— Terkait maraknya pemberitaan tentang polemik perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. London Sumatera (PT. Lonsum) yang dikaitkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammota Kajang (Perda MHA Ammatoa Kajang), Armansyah Dore yang merupakan salah satu anggota tim pengawal Ranperda tersebut hingga ditetapkan angkat bicara.

    Menurut Dore, Perda MHA Ammatoa Kajang merupakan salah satu perda tentang masyarakat adat yang proses pembentukannya cukup lama, hal ini disebabkan oleh beberapa hal terutama sekaitan dengan wilayah adat. Selain itu, menurutnya perda tersebut lahir dari proses yang partisipatif dan diwarnai dengan perdebatan substantif selama proses perumusannya.

    “Perda Kajang itu lama pembahasannya dulu lebih tiga tahun. Selain karena anggota tim perumus dan pengawalannya sangat beragam latar belakangnya, juga karena prinsip kehati-hatian tim terkait dengan wilayah adat yang akan diatur dalam Perda, ” ungkapnya kepada awak media.

    Dore juga menjelaskan, wilayah adat yang diatur dalam Perda meliputi Ilalang Embayya dan Ipantarang Embayya atau sering dikenal dengan istilah Kajang Dalam dan Kajang Luar. Wilayah adat juga menegaskan bahwa terdapat hutan adat dalam wilayah adat tersebut, baik yang berada di Ilalang Embayya maupun yang berada di Ipantarang Embayya.

    “Kita mesti membedah wilayah adat dan hutan adat, juga membedah hutan adat yang ada di Ilalang Embayya yang sudah mendapatkan SK Penetapan dari Menteri LHK dengan hutan adat yang ada di Ipantarang Embayya yang dikenal dengan istilah Paleko’na Boronga. Semua hal tersebut ada dalam Perda, ” tambah Dore.

    Terkait dengan polemik perpanjangan izin HGU PT. Lonsum, Dore menjelaskan bahwa dalam perumusan Perda MHA Ammatoa Kajang ditahun 2013, potensi tersebut telah didiskusikan bersama oleh tim. Hal tersebut menurutnya dapat dilihat pada tiga bagian dalam Perda yakni hak atas pembangunan bagi masyarakat adat, pembentukan tim penanganan sengketa dan pada bagian ketentuan peralihan.

    “Polemik yang ada hari ini, pada dasarnya kita diskusikan juga 10 tahun lalu saat perda ini dirumuskan, termasuk bagaimana dengan hak pihak ketiga yang berada dalam wilayah adat?. Kita siapkan jalan keluarnya, bisa dicek pada Pasal 17, Pasal 25 dan Pasal 27, ” terangnya.

    Dore menegaskan, diskusi tim mengerucut pada izin pihak ketiga diatas wilayah adat tetap berlaku hingga masa izinnya berakhir. Namun pada saat akan diperpanjang, maka perlu meminta persetujuan kepada masyarakat adat sebagai pemilik wilayah adat yang telah ditetapkan melalui perda. Ia juga menekankan bahwa pembentukan tim penanganan sengketa adalah salah satu opsi untuk menyelesaikan polemik ini.

    Dalam penyampaiannya, Dore juga berharap agar Perda MHA Ammatoa Kajang dapat menjadi pemandu dalam penyelesaian polemik secara baik. Menurutnya, Perda MHA Ammatoa Kajang merupakan salah satu Perda yang banyak dijadikan referensi dalam pembentukan kebijakan serupa di Indonesia, sehingga mengabaikan Perda tersebut dapat menjadi preseden buruk bagi perda-perda serupa yang ada di Indonesia saat ini, dan menegaskan bahwa komitmen pemerintah terhadap pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat belum sungguh-sungguh.

    “Masyarakat Adat Kajang inikan kuat secara de facto dan de jure, kalau dua hal tersebut diabaikan dalam proses penyelesaian polemik hari ini, kita bisa bayangkan bagaimana nasib komuitas adat yang lainnya ketika berhadapan dengan pihak luar meskipun sudah ada pengakuan hukum, ” ucapnya.

    Diakhir wawancara, Dore berharap agar proses-proses penyelesaian polemik ini dapat dilakukan secara dialogis dan terbuka agar sejarah kelam konflik dimasa lalu tidak terulang. 

    Sementara Kuasa Hukum Masyarakat Adat Kajang, DR.Muhammad Nur, SH., M.Pd., MH, mengatakan apa yang dikatakan oleh Armansyah Dore itu sudah tepat sehingga PT.Lonsum Bulukumba harus menghentikan aktifitas di kebun karet diatas tanah Adat Kajang karena aktifitas tersebut sudah melanggar Perda Nomor 9 Tahun 2015.

    Lanjut DR.Muhammad Nur, SH., M.Pd., MH Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba harus memahami Perda Nomor 9 Tahun 2015 dimana perda tersebut adalah produk pemerintah daerah yang isinya menjadi rujukan apabila ada masalah hukum ditanah adat.

    Apabila aktifitas PT.Lonsum Bulukumba yang terus beroperasi tanpa HGU yang baru maka seluruh aktifitas diatas tanah adat Kajang adalah pelanggaran Hukum dan ilegal, dan sacara hukum masyarakat adat atas perintah ammatoa sudah bisa melakukan penguasaan terhadap tanah adat tutup DR.Muhammad Nur, SH, MH

    (**)

    bulukumba sulsel
    MUH. HASYIM HANIS, SE, S.Pd, C.L.E

    MUH. HASYIM HANIS, SE, S.Pd, C.L.E

    Artikel Sebelumnya

    Rancang Musyawarah Wilayah,  IPEHINDO Sulawesi...

    Artikel Berikutnya

    Wakil Walikota dan Ketua TP PKK Makassar...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    PPK Tamalatea Gelar Bimtek Pemantapan Putungsura Pilkada Serentak Tahun 2024
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Tana Toraja: The Enchanting Land Where Life and Death Dance in Harmony
    Kapolda Sulsel Pantau Langsung Pengamanan Kampanye Akbar Pilgub Sulsel 2024
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa
    Sertifikasi Kompetensi Kehumasan Mabes Polri, Kasi Humas Polres Barru Raih Nilai Tertinggi di Sulsel  dan Terbaik Ketiga Se-Indonesia
    Dipuncak Sua Kangen 2 STPMD-APMD Se-Sulselbar, Ketua Forum Hamzah Syafei Ucapkan Terima Kasih Atas Terlaksananya Dengan Baik
    Di Hadapan TPID Yogyakarta, Pj Sekprov Andi Muhammad Arsjad Beberkan Strategi Sulsel Sukses Kendalikan Inflasi
    Catatan Kaki 2023: Sektor Maritim Harus Dikelola Lebih Serius untuk Kemajuan Negara
    Polemik PP 28/2024, KAHMI Sulsel Desak Pemerintah Hapus Pasal Penyediaan Alat Kontrasepsi untuk Siswa dan Remaja
    Debat Pilgub Sulsel: Data Kemiskinan Jadi Sorotan, Tim Danny-Azhar Bongkar Fakta Urbanisasi dan Ekonomi
    Misi Pengabdian masyarakat: Mahasiswa UNHAS teknik Berkontribusi pada pendidikan di Sulsel
    138 Mahasiswa KKN Angkatan 56 Unibos Siap Mengabadi di Kabupaten Gowa
    Lakukan Kegiatan Amal, Poltek Bos Gelar Aksi Donor Darah
    KKLR Sulsel Kembali Salurkan 1 Ton Beras ke Korban Banjir Luwu, Hasbi Syamsu Ali: Kami Sangat Peduli Kampung Halaman
    Dipuncak Sua Kangen 2 STPMD-APMD Se-Sulselbar, Ketua Forum Hamzah Syafei Ucapkan Terima Kasih Atas Terlaksananya Dengan Baik
    Tutup Open Donasi, KKLR Sulsel Bagikan 1 Ton Beras untuk Warga Terdampak Banjir di Desa Pombakka Malangke Barat Luwu Utara
    Butuh Evaluasi, Ini Data Jembatan Rusak di Luwu Raya Satu Dekade Terakhir
    Sejak Berdiri, Dana CSR PT Mitra Hijau Asia Jangkau Ribuan Kaum Duafa di Barru 
    Target Entaskan Desa Sangat Tertinggal, Gubernur Sulsel Alokasikan Bantuan Keuangan untuk 11 Desa

    Ikuti Kami